Sampai sekarang saya tidak yakin bahwa sistem globalisasi pasar bebas yang dikagumi, dan secara latah dipraktekan dan dibela mati-matian oleh presiden Soesilo Bambang Yudoyono (SBY) akan bisa membangkitkan bangsa Indonesia secara keseluruhan dan massif. Ini disebabkan oleh karena sisitem sosial yang dianut oleh rezim SBY adalah sistem kapitalisme neoliberal yang hanya mengabdi dirinya pada para pemilik modal besar domestik dan asing.
Dampaknya adalah suatu proses pemiskinan yang terjadi bukan saja dalam artian si miskin menjadi lebih miskin secara absolut, tetapi juga dalam artian melebarnya kesenyangan dan ketidakadilan dalam pembagian nilai-tambah (surplus-ekonomi) secara menyolok.
Meskipun tanah air kita boleh dikatakan kaya raya mempunyai tambang-tambang seperti pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia, yang dikuasai oleh PT Freeport, tambang Perak, nikel, tembaga, cadangan Gas yang besar dll; dll. Disamping itu kita juga punya Hutan Tropis yang terbesar yang luasnya jutaan Hektar, yang letaknya di pulau sumatra, kalimantan dan sulawesi. Dan Papua ; dengan keanekaragaman pohon-pohonan dengan ekosistemnya, yang menjaga keseimbangan Biospher (lapisan kehidupan yang mengelilingi bumi) demi kehidupan yang berkelanjutan. Yang semuanya itu adalah merupakan sumber dari kesejahteraan nasional.
Namun demikian kejayaan dari suatu Nasion itu bukan semata-mata hanya tergantung dari kekayaan alamnya, tetapi adalah tergantung dari akumulasi human capital (SDM) yang bermutu yang bisa melandasi strategi industrialisasi sehingga dapat meluas secara effektif dan dapat menimbulkan peranan ekonomi yang dapat mendatangkan kesejahteraan nasional.
Dalam konteks ini UUD 45 menegaskan perlunya kita mencerdaskan kehidupan bangsa, jadi bukan sekedar mencerdaskan otak. Kecerdasan kehidupan dengan martabat, mencerdaskan kehidupan adalah merningkatkan martabat sebagi bagian dari pembangunan SDM, meningkatkan kemampuan pikiran dan kemampuan budaya bangsa.
Situasi sekarang ini, dimana Indonesia sebagai negara jajahan model baru dari imperialisme neoliberal pimpinan AS, dan pemerintahannya dikuasai oleh para pendukung ideologi neoliberal dibawah pimpinan presiden SBY, nampaknya syarat untuk membangun SDM dan meningkatkan kemampuan otaknya belum mendapatkan prioritas utama dari rezim SBY yang berkuasa, sehingga, akumulasi human capital (SDM) yang bermutu tidak dapat dirangsang, kareana keberhasilan unuit-unit ekonomi hampir sepenuhnya ditentukan oleh kepentingan globalisasi pasar bebas dan SDM dengan bayaran murah dan kondesi kerja yang sangat jelek.
Oleh karena itu sampai sekarang ini saya tidak yakin bahwa strategi industrialisasi yang didasarkan pada utang luar-negeri dan modal asing akan bisa menumbuhkan kesejahteraan nasional, dialetika perekonomian di Indonesia selalu dibawah cengkeraman erat utang luar negari dan modal asing yang memanfaatkan buruh murah bangsa Indonesia, sehingga tidak akan dapat menghasilkan akumulasi human capital yang bermutu.
Pesimisme ini didasarkan pada kenyataan bahwa hingga kini, Indonesia tak melakukan reformasi sosial yang fundamental atau mendasar, yang merupakan prasyarat mutlak bagi emansipasi sosial yang massif.
Harus kita sadari bahwa;
Kebangkitan suatu bangsa adalah merupakan fungsi dari sistem sosial bagsa itu secara keseluruhan.
Oleh kerena itu jika kita sungguh-sungguh berkeinginan secara iklas untuk menyaksikan proses berlangsungnya emansipasi seluruh rakyat Indonesia dalam keseluruhan aspek kehidupannya, reformasi sosial yang fundamental atau mendasar harus dilaksanakan.
Mengenai strategi ekonomi dan industrialisasi dalam proses reformasi sosial, hendaknya menganut pasal 33 UUD 45, dan memilih bentuk Selektif Strategic Intervensions. Artinya dalam selective strategic interventions itu pemerintah harus melakukan intervensi dalam menentukan dan membangun jenis-jenis industri yang padat teknologi melelui proteksi, subsidi,penyertaan investasi, dan pengembangan Sumber Daya Manusia dengan ketrampilan yang tinggi untuk menompang industri-industri ini.
No comments:
Post a Comment