Chile, negara yang membentang di sebelah barat benua Amerika Latin, baru saja mencatatkan diri dalam sejarah dunia tentang penyelamatan luar biasa terhadap 33 orang penambang yang terperangkap selama 69 hari dalam perut bumi. Peristiwa yang menghentakkan dunia. Ungkapan syukur kepada Tuhan terucap dan sorak gempita terdengar di seantero negri. Bangsa-bangsa kagum, mata dunia tertuju ke Chile.
Sejarah keajaiban dalam kehidupan manusia di muka ini tertorehkan hari ini di Amerika Latin. Dunia disadarkan tentang keajaiban Tuhan yang bagi manusia mustahil, tapi terbukti di Chile. Waktu 69 hari bertahan hidup di kedalaman 700 meter perut bumi ditorehkan oleh 33 anak manusia atas kehendak Tuhan. Pelajaran iman yang monumental dan keajaiban kuasa Tuhan dinyatakan kepada dunia dari Chile.
Hari ini, umat manusia seantero dunia diajak untuk belajar ke Chile. Belajar tentang keajaiban dan mujizat Tuhan. Belajar tentang kemanusiaan. Belajar tentang kepedulian. Belajar tentang kebangsaan dan solidaritas. Belajar mengucap syukur atas kehendak dan kuasa Tuhan. Belajar merenungkan pertolongan dan pimpinan Tuhan yang tak terselami oleh akal manusia.
Pemerintah dan Rakyat Indonesia
Sadar atau tidak, hari ini pemerintah dan rakyat Indonesia ditegur melalui peristiwa penyelamatan 33 penambang di Chile. Pemerintah diajarkan untuk sadar bahwa bencana yang terjadi selalu diluar perhitungan manusia. Dan melalui bencana itu pemerintah harus belajar untuk tidak tidak tinggal diam dan saling melemparkan tudingan saling menyalahkan. Peristiwa di San Jose Chile hendak mengajarkan pemerintah dan rakyat Indonesia untuk peduli pada sesama yang menjadi korban dari setiap bencana. Pemerintah diajarkan untuk segera berupaya melakukan pertolongan. Rakyat diajarkan untuk peduli pada sesama yang menjadi korban setiap bencana.
Tsunami di Aceh dan luapan lumpur di Lapindo Sidoarjo telah dinyatakan sebagai bencana nasional. Ratusan jiwa telah terkubur dalam bumi di balik peristiwa itu.
Tapi, pemerintah Indonesia seolah pasrah menerimanya. Ribuan jiwa merana kehilangan harta benda, kehilangan sanak keluarga, kehilangan pekerjaan, tapi semua seolah tak berarti apa-apa dihadapan para pejabat, khususnya di DPR RI yang lebih sibuk mengurusi uang dan asyik tidur di ruang-ruang sidang.
Wasior telah luluh lantak, tapi pemerintah berdalih itu daya tampung alam yang tak memadai. Ratusan bahkan seribuan jiwa merana disana, tapi perhatian dan kepedulian pemerintah sangat minim. Bantuan dari rakyat sangat minim. Inikah bentuk kita berbangsa dan bernegara yang katanya saling toleran ?Tapi, pemerintah Indonesia seolah pasrah menerimanya. Ribuan jiwa merana kehilangan harta benda, kehilangan sanak keluarga, kehilangan pekerjaan, tapi semua seolah tak berarti apa-apa dihadapan para pejabat, khususnya di DPR RI yang lebih sibuk mengurusi uang dan asyik tidur di ruang-ruang sidang.
Belajar dari peristiwa dan sejarah keajaiban dan mujizat di Chile, pemerintah Chile terus berupaya sejak terjadinya musibah sampai proses penyelamatan dilakukan.
Presiden Chile Sebastian Pinera, Presiden Bolivia Evo Morales hadir dan menemani para kerabat dan para penyelamat di lokasi musibah selama proses penyelamatan berlangsung. Sebuah bentuk simpati pemerintah, bangsa dan negara pada rakyatnya.
Tapi di Indonesia, ketika lumpur Lapindo meluap, ketika Wasior luluh lantah, pemerintah sibuk mengurus yang lain, entah apa. Rakyat hanya menjadi penonton yang setiap di depan teve. Bantuan tak segera datang, justru alam yang dipersalahkan. Miris dengan semua itu. Akankah kita semua bersedia belajar dari sejarah dunia, sejarah kemanusiaan yang hari ini tertorehkan di Chile ? Semoga !
No comments:
Post a Comment